TUBAN, JAWA TIMUR – Untuk mengatasi kegagalan panen berulang dan penurunan produktivitas pertanian yang mengancam ketahanan pangan masyarakat, Pertamina EP Sukowati Field meningkatkan kapasitas petani Desa Rahayu, Kabupaten Tuban. Dukungan yang diberikan melalui penerapan Sistem Pertanian Organik metode System of Rice Intensification (SRI), yang baru pertama kali dilakukan di kabupaten tersebut.
Inovasi yang yang merupakan bagian dari Program Petani Rahayu Bersatu Kreatif, Sehat, dan Sejahtera (Prabu Kresna) ini berhasil mendongkrak pendapatan petani gurem menjadi Rp10,2 juta per musim dan penghematan produksi pertanian Rp2,8 juta per hektare per musim.
Manager Field Sukowati, Arif Rahman Hakim mengatakan, program ini berhasil menjawab masalah-masalah isu nasional saat ini seperti permasalahan krisis pupuk serta permasalahan ancaman ketahanan pangan. Melalui pengelolaan pertanian organik dengan metode System of Rice Intensification, program ini tidak hanya berdampak secara ekonomi pada penghematan biaya produksi dan peningkatan hasil panen dan pendapatan petani, tetapi juga berdampak pada aspek sosial dan juga perbaikan kelestarian lingkungan, khususnya pada aspek perbaikan tanah lahan pertanian serta perbaikan rantai ekosistem sawah.
“Terlebih pada tahun ini, Program Prabu Kresna juga mulai mengembangkan aspek teknologi dengan adanya alat penyiang padi Cakra Baskara yang sangat membantu petani dalam menggarap pertanian organik SRI dengan efisiensi sebesar 70,96% dan menjawab permasalahan isu ketenagakerjaan tani yang sulit. Secara bertahap, Program Prabu Kresna juga mengembangkan jangkauan menyasar pertanian organik hortikultura yang sekaligus membawa misi menumbuhkan generasi muda di sektor pertanian,” ujar Arif.
Penerapan pertanian organik yang menghilangkan intervensi herbisida kimia pada proses pertanian, menyebabkan gulma pada lahan pertanian cenderung lebih banyak dan membuat kebutuhan tenaga serta waktu penyiangan padi semakin tinggi mencapai 62 OH (Orang Hari) per hektare per musim.
Sebagai solusi atas masalah tersebut, PEP Sukowati bersama masyarakat mengembangkan inovasi Cakra Baskara (Cara Kreatif Basmi Akar dan Rumput Tak Berguna), yaitu inovasi alat penyiang padi dengan modifikasi mata pisau pembersih rumput dan pemotong akar padi yang secara khusus didesain sesuai dengan ukuran jarak tanam pada pertanian organik SRI.
Senior Manager Relations Regional Indonesia Timur, Fitri Erika menambahkan, dalam mewujudkan ketahanan energi melalui keberlanjutan produksi migas, Regional Indonesia Timur juga berupaya untuk selalu memberikan manfaat jangka panjang kepada pemangku kepentingan, utamanya masyarakat lokal.
“Kami ingin masyarakat di wilayah operasi menjadi mandiri, dapat mengatasi permasalahan sosial yang dihadapi dengan memaksimalkan potensi lokal yang tersedia. Melalui program Prabu Kresna ini, seluruh fungsi di perusahaan turut terlibat untuk menularkan core competency, sehingga terjadi transfer knowledge yang akan berguna meningkatkan kesejahteraan petani mewujudkan ketahanan pangan,” imbuhnya.
Penerapan teknologi merupakan salah satu bentuk penerapan core competency perusahaan yang berkontribusi pada pengembangan program pemberdayaan masyarakat, khususnya melalui fungsi RAM pada divisi Mechanical Engineering, Mechanical, Fabrikasi yang membantu perancangan desain mesin, operasional transmisi engine, serta perakitan invensi alat penyiang khusus pertanian organik SRI Cakra Baskara.
Selain itu, pembuatan mata pisau juga memanfaatkan limbah besi non-B3 sehingga memiliki nilai guna mengubah masalah limbah menjadi alat solusi pertanian. Inovasi modifikasi teknologi ini merupakan inovasi modifikasi alat baru yang sebelumnya belum pernah ada. Inovasi ini juga telah mendapatkan pengakuan paten dengan Nomor Paten: IDS000007700 per tanggal 15 Maret 2024. Penerapan inovasi teknologi ini memberikan dampak yang signifikan terhadap efisiensi proses dan waktu penyiangan lahan pertanian organik. Efisiensi mencapai 70,96% yang artinya dapat menghemat kebutuhan tenaga kerja sampai 44 OH per hektare per musim dan menghemat biaya hingga Rp4,4 juta per hektare per musim tanam, tergantung kondisi gulma rumput yang ada.
Sebelum menerapkan metode tersebut, mayoritas sistem pertanian di Tuban adalah sistem konvensional. Pertanian organik yang diterapkan di beberapa wilayah Tuban juga merupakan sistem pertanian organik yang menerapkan zero penggunaan bahan kimia tapi masih dengan sistem pengelolaan pertanian pada umumnya.
“Pertanian organik metode SRI binaan PEP Sukowati ini merupakan sistem pertanian organik dengan metode khusus sejak proses penyiapan lahan, pembibitan, metode tanam yang berbeda, proses irigasi khusus, intervensi dalam pertumbuhan padi, hingga pemanfaatan mikroorganisme lokal (MOL) dengan proses pembuatan khusus. Pertanian organik metode SRI di Desa Rahayu ini menjadi pionir pertama, sebelum akhirnya kini direplikasi di beberapa wilayah sekitarnya, seperti Desa Sawahan di Kec. Rengel dan bahkan hingga ke wilayah Kabupaten Bojonegoro,” ujar Akhwan, Koordinator Penyuluh Pertanian Kecamatan Soko, Tuban.
Inovasi pengembangan proses pembuatan pupuk organik cair berbasis MOL yang berbahan dasar nasi dan bonggol pisang dalam program ini telah mendapatkan paten dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Indonesia dengan Nomor Paten: IDS000008343 dan IDS000008344 per tanggal 19 Juni 2024.
“MOL nasi menjadi dekomposer atau starter bakteri pengurai berupa trichoderma pada pembuatan pupuk kompos sekaligus pada lahan pertanian secara langsung. Penggunaan MOL nasi berdampak mempercepat proses pembuatan kompos 3 kali lebih cepat dan membantu menambah nutrisi sehingga menyuburkan tanah. Sementara MOL bonggol pisang (bopis) berperan sebagai zat pengatur tumbuh stimulan untuk penambahan anakan pada tanaman padi. Pada pertanian konvensional, rata-rata dari 10 bibit yang ditanam hanya menjadi 40 anakan. Sementara pada pertanian organik SRI menggunakan MOL bopis, dari 1 saja bibit yang ditanam dapat berkembang menjadi 40-120 anakan,” jelas Sutikno, Ketua Gapoktan Rahayu.*SHU-PEP