BUKIT TINGGI - Marketing Operation Region I (MOR I) melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, terus mendukung pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Salah satunya kerajinan tekstil kain sulam dan bordir Ambun Suri yang sudah menembus pasar internasional.
Ambun Suri memproduksi kain sulam dan bordir dengan keragaman motif dan corak khas Bukit Tinggi. Usaha yang kini dipimpin Ida Arleni ini sudah dirintis sejak tahun 1975, dan mampu bertahan walau menghadapi beragam kendala, mulai dari sisi produksi dan terutama pemasaran.
Lantas, pada tahun 2015 peluang terbuka lebar. Pertamina dan Dinas Koperasi setempat yang tengah menggiatkan upaya mendukung potensi ekonomi daerah, melihat peluang usaha kemitraan sembari mengangkat budaya nasional. Salah satunya menjalin kemitraan dengan Ambun Suri.
“Setelah menjadi mitra Pertamina, kami tidak menemui kendala lagi dalam hal produksi hingga pemasaran kain sulam dan bordir,” ujar Arleni.
Pertamina, kata Arleni, membantu promosi usahanya melalui berbagai pameran. Antara lain even tahunan seperti Inacraft yang merupakan salah satu event pameran kerajinan terbesar di Asia yang memamerkan produk kerajinan dari seluruh Indonesia dan menjadi agenda tahunan bagi turis asing di Jakarta.
Tidak hanya tingkat nasional, namun level internasional juga mulai ditapaki. Pada tahun 2016 lalu, Pertamina membawa Ambun Suri untuk memasarkan produk khas Bukit Tinggi tersebut di Aljazair.
Kini, pasar semakin terbuka lebar, omset penjualan juga lumayan. Harga jual kain bordir, sulaman, dan tenun itu bervariasi, mulai dari Rp 150 ribu hingga Rp 4 juta per helai. Rata-rata penghasilan dari penjualan bisa mencapai Rp 20 juta setiap bulannya, atau maksimal hingga Rp 250 juta per tahun.
Bekal sukses ini kemudian coba ditularkan pada perajin lainnya. Ambun Suri kini membina lebih dari 40 perajin bordir, sulam, rajut dan songket yang ditempa secara tradisional. Para perajin didominasi masyarakat sekitar dan sebagian besar di antaranya merupakan anak putus sekolah dan anak yatim piatu yang dididik untuk memiliki keterampilan sulam dan bordir.
“Sehingga ke depannya dapat tercipta kemandirian yang berkelanjutan, terbuka lapangan kerja bagi anak-anak putus sekolah dan yatim piatu yang merupakan bagian penerus budaya lokal di Bukit Tinggi,” ujar Arleni.•MOR I