BANDUNG – Yulianti tiada henti mengajarkan Afdil (12 tahun) mengucapkan kata "Ibu" dan "Bapak". Diulang-ulang kata tersebut, hingga akhirnya murid berkebutuhan khusus asuhannya, bisa mengucapkan kata "Ibu" dan "Bapak" dengan lancar.
Sehari-hari, Yulianti (36 tahun) menghabiskan hampir 10 jam waktunya menjadi relawan pengajar di sekolah Dreamable, di kawasan Desa Tegal Luar, Kabupaten Bandung.
Tidak hanya mengajar, tetapi Yulianti juga menjemput muridnya untuk bisa mengikuti pendidikan luar biasa di Sekolah Dreamable, sekolah yang didirikannya.
Yulianti, ibu tiga anak ini hanya mengenyam pendidikan formal hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dikaruniai anak sulung yang juga berkebutuhan khusus membuatnya semangat untuk mendobrak penilaian orang kebanyakan.
“Saya harus bisa memandirikan anak saya. Saya ingin membuktikan dan memberikan contoh kepada semua orang, kunci mendidik anak berkebutuhan khusus adalah ketelatenan, sabar dan ikhlas,”katanya.
Dan hal tersebut terbukti. Anak sulung Yulianti, yang kini telah berusia 17 tahun, bisa hidup mandiri.
Belajar dari pengalaman mendidik anaknya, sejak tahun 2014, Yulianti mengumpulkan anak-anak berkebutuhan khusus di sekitar tempat tinggalnya dan menjadi relawan pengajar.
Selain mengumpulkan anak di rumahnya, sesekali Yulianti juga melakukan home visit bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang “dikurung” di rumah oleh orang tuanya.
“Alasannya bermacam-macam. Ada orang tua yang malu memiliki anak berkebutuhan khusus, ada juga yang pesimis anak mereka tidak akan bisa apa-apa sehingga hanya dibiarkan di rumah saja. Ada pula anak berkebutuhan khusus yang dibiarkan menjadi pengemis,” katanya.
Perjuangan dan ketekunan, berbuah manis. Perlahan satu persatu orang tua mulai terbuka. Mereka merasakan kemajuan yang didapat dari sekolah non formal yang digagas Yulianti. Bahkan beberapa orang tua akhirnya ikut terjun menjadi relawan pengajar di Sekolah Dreamable.
Yulianti pun mulai memperluas jangkauan menjaring anak-anak berkebutuhan khusus hingga ke wilayah Bojongsoang dan bertemu dengan Cecep Hidayah, Pemilik Yayasan Hidayah. Cecep bersedia menyumbangkan ruangan kelas dan halaman sebagai tempat berkebun, untuk menunjang fasilitas pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus. Setidaknya kini ada 37 anak yang menjadi anak didiknya.
Guna memantapkan metode pengajaran dengan kurikulum pendidikan luar biasa, Yulianti membekali dirinya dengan mengambil ujian paket C atau setara SMA, untuk melanjutkan kuliah jurusan Pendidikan Luar Biasa di Universitas Islam Nusantara, Bandung. Dari kampus, Yulianti juga mendapatkan bantuan relawan pengajar dari teman-teman kuliahnya.
“Motivasi kami bersama adalah mendidik anak-anak berkebutuhan khusus agar bisa mendapatkan wadah yang tepat, untuk menggali potensi masing-masing. Anak-anak ini adalah kunci surga bagi orang tuanya, sehingga kewajiban kita para orang tua untuk memberikan pendidikan yang layak bagi mereka,” ujar perempuan yang bercita-cita mendirikan SLB Formal ini.
Sebagai pejuang hak anak berkebutuhan khusus, Yulianti tak melupakan kodratnya sebagai ibu rumah tangga. Dia tetap menjalankan kewajiban sebagai ibu rumah tangga dan mendidik anak-anaknya.
"Perempuan boleh maju, tetapi urusan rumah tetap prioritas. Semangat Kartini dalam memberikan pendidikan bagi orang lain, telah menginspirasi saya untuk terus memperjuangkan pendidikan yang layak bagi anak berkebutuhan khusus agar bisa membanggakan orang tuanya," ujarnya.
Sejak digandeng Pertamina tahun 2018, melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan, Sekolah Dreamable yang didiran Yulianti mulai mengembangkan berbagai kegiatan pendidikan luar ruang. Seperti ternak ikan lele dan menanam sayuran.
Pertamina juga telah berkolaborasi dengan beberapa pihak untuk dapat memfasilitasi pengembangan potensi anak–anak, dengan melakukan serangkaian assessment untuk memantau pengembangan anak dan bantuan pendidikan lainnya seperti alat belajar dan pelatihan untuk pengembangan relawan pengajar.*MOR III