JAKARTA – Produksi minyak PT Pertamina EP mencapai 82,41 MBOPD hingga kuartal III 2019, atau 106% dibandingkan pencapaian periode yang sama tahun lalu sebesar 77,87 MBOPD. Kenaikan produksi didukung realisasi produksi sumur bor di beberapa field seperti Subang, Jatibarang, Pendopo, Prabumulih, Ramba, dan Jambi.
Nanang Abdul Manaf, Presiden Direktur Pertamina EP (PEP), mengatakan kenaikan produksi juga ditopang dari kemitraan. Selain itu, kegiatan well intervention dan optimasi sumur di beberapa field seperti Rantau, Pangkalan Susu, Ramba, Prabumulih, Pendopo, Limau, dan Tambun.
“Untuk produksi minyak, PEP Asset 5 dan Asset 2 memberikan kontribusi terbesar, yakni masing-masing 17,82 MBOPD dan 17,68 MBOPD, sedangkan gas, Asset 2 dan Asset 3 menjadi kontributor produksi terbesar, yakni 397,2 MMSCFD dan 259,9 MMSCFD,” katanya.
Menurut Nanang, untuk mencapai target yang ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), dari sisi operasi produksi, eksplorasi, dan pengembangan, PEP juga melaksanakan rencana kerja yang selalu taat pada aspek HSSE. PEP juga fokus eksekusi program kerja bor, workover, well intervention, dan WS yang sudah direncanakan serta melakukan pengawasan secara terintegrasi proses pengadaan (RKS, Tender, Konstruksi, Commissioning), memonitor progres fisik dan biaya secara rutin.
“Serta melakukan sinergi antarfungsi sebagai dasar eksekusi rencana kerja, serta cost effectiveness,” katanya.
Selain itu, tambah Nanang, untuk menjaga laju penurunan alamiah (natural decline) agar tidak turun tajam, PEP melakukan optimasi produksi artificial Lift (melakukan optimasi Frek Up, SPM, SL, mengubah desain kedalaman pompa, dan kapasitas pompa (size up) dengan menggunakan quicklook Quadrant Mapping. PEP juga melakukan pemilihan dan percepatan pengerjaan kandidat sumur dengan skala prioritas (gain produksi tertinggi).
“Kami juga mendahulukan pengerjaan well service sumur yang off dengan produksi besar sehingga dapat mengurangi waktu off sumur dan mengurangi Low & Off sumur akibat permasalahan surface dan subsurface seperti power plant mati, kebocoran pipa, scale problem, dan yang lainnya,” katanya.
Nanang juga menegaskan, tahun ini, PEP berupaya mempertahankan empat PROPER Emas yang diraih pada 2018 dengan sejumlah langkah. Monitoring program unggulan di field-field yang merupakan kandidat emas, melakukan konsinyering antarfungsi untuk memastikan kesiapan dari aspek administrasi dan implementasi, hingga meninjau langsung secara berkala ke lokasi untuk melakukan evaluasi. Selain itu, PEP juga fokus terhadap inovasi dan mendukung penuh pengembangan program yang dapat dilaksanakan.
Terkait kinerja keuangan, hingga akhir September 2019, PEP membukukan pendapatan sebesar US$2,2 miliar dan laba bersih US$492,43 juta. Nanang menyebutkan, harga minyak yang lebih rendah dan beban selisih kurs menjadi faktor utama yang membuat kinerja keuangan Pertamina EP terkoreksi. Pada kuartal III 2018, PEP mencatat laba sebesar US$582,57 juta.
“Pendapatan terkoreksi karena harga minyak yang pada periode hingga kuartal III 2018 sebesar US$67,95 per barel turun menjadi US$62,01 per barel pada periode yang sama tahun ini,” ungkap Nanang.
PEP juga telah menyerap Anggaran Biaya Operasi (ABO) hingga kuartal III 2019 sebesar US$840,94 juta yang mencakup operation sendiri US$786,74 juta dan mitra operation US$54,20juta atau 71% dari RKAP 2019 sebesar US$1,176 miliar.
Untuk penyerapan Anggaran Biaya Investasi, hingga akhir September 2019 sebesar US$405,84 juta atau sebesar 74% dari RKAP 2019 sebesar US$557,40 juta.*PEP