JAKARTA- Menteri ESDM Sudirman Said mengungkapkan walaupun situasi harga minyak yang sedang tidak fit, namun dirinya melihat hawa optimisme bertiup di gelaran IPA 2015 ini. “Jika kita lihat sekitar pameran tadi, saya melihat optimisme, jadi temanya mengingatkan kita pada kemungkinan krisis ke depan, kemudian ekspresinya optimis,” ucap Sudirman Said pada sesi pleno pertama Indonesian Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition ke-39 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (20/5).
Dalam tema diskusi “Indonesia’s Energy Crisis in the New Global Energy Landscape”, Sudirman Said sebagai wakil dari pemerintah, mencatat perlunya pembenahan di sektor migas, baik cara pengelolaan hingga perilaku regulator, termasuk timnya di Kementerian ESDM.
“Memang harus berbenah, tidak bisa lagi menggunakan asumsi di masa lalu. Kita memasuki era sulit, karena itu menata kembali iklim investasi itu suatu hal yang penting. Jadi urgensi kita adalah ditengah situasi yang kurang menguntungkan, adalah menata investasi secara fundamental, apa yang dilakukan pemerintah, saya kira anda tahu semua sudah dimulai dengan langkah-langkah penataan,” katanya.
Untuk mendukung hal tersebut, Sudirman Said mengumumkan bahwa investasi di sektor migas telah diringkas menjadi 42 izin. Serta sudah dilimpahkan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), meskipun ada yang kembali ke Direktorat Jendreal Migas, Kementrian ESDM dan SKK Migas. Sebelumnya, jumlah perizinan di sektor migas sebanyak 144 kemudian disederhanakan menjadi 52 pada akhir 2014, dan disederhanakan menjadi 42.
Sesuai dengan tema IPA ke-39 “Working Together to Accelerate Solution in Anticipating Indonesia’s Energy Crisis”, para pembicara dalam sesi panel yakni Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto, Dirjen Minyak dan Gas, Kementerian ESDM, I Gusti Nyoman Wiratmadja, President IPA, Craig Stewart, dan Head of Asia Pasific Research, WoodMackenzie, Craig Mc Mahon memaparkan berbagai tantangan sektor migas serta upaya untuk menghadapinya.
Direktur Utama Pertamina, Dwi Sotejipto misalnya, mengungkapkan keyakinannya bahwa Pertamina mumpuni untuk mengembangkan potensi energi di Indonesia, sekalipun kondisi pasar tengah terpuruk. Pertamina berhasil menujukkan diri sebagai satu-satunya produsen minyak dan gas di Indonesia, yang tidak hanya berhasil mempertahankan, namun juga meningkatkan produksi.
Dengan materi yang bertajuk “Towards National Energy Independency”, Dwi Soetjipto mengutarakan bahwa demi mencapai kemandirian energi nasional, Pertamina harus memiliki hak istimewa untuk memperluas aset operasi hulu baik domestik maupun luar negeri.
Terkait dengan itu ada tiga poin yang digarisbahwahi, yakni penurunan harga minyak sejak tahun 2014 berimbas pada profit perusahaan migas berkisar 20 -50 persen. Kedua minimnya keterlibatan Pertamina dalam menggarap aset hulu di dalam negeri dibandingkan perusahaan asing. Dan yang terakhir terkait kerugian struktural di sektor hilir sebagia akibat dari subsidi dan kurangnya pembangunan infrastruktur hilir baik itu storage yang masih sangat rendah dibandingkan negara lain serta pengembangan kilang.
Karena itu, menghadapi tantangan tersebut Pertamina telah menetapkan lima prioritas strategis. Tidak hanya untuk mencapai target world class, namun juga untuk mendukung pemerintah dalam mencapai kemandirian energi. Lima target tersebut, seperti pengembangan di upstream, efisiensi, upgrade kilang, pengembangan pemasaran, distribusi dan infrastruktur, serta perbaikan di struktur keuangan.
Sementara itu, President of Indonesian Petroleum Association (IPA) Craig Steward, menyatakan kesiapannya untuk menjalin kerjsama dengan pemerintah demi meningkatkan produksi dan investasi di hulu migas.
Penyelenggaraan IPA Convex tahun ini dihadiri oleh 2.000 convention participants, 220 exhibitors, dari dalam dan luar negeri. Acara yang menyedot kurang lebih 20.000 pengunjung tersebut berlangsung selama tiga hari, 20-22 Mei 2015.•SAHRUL/DSU