KPB Siap Dukung Peta Jalan Transisi Energi Indonesia melalui RDMP Balikpapan

BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR -- Salah satu aspek penting dari Proyek RDMP Balikpapan adalah komitmen untuk menjaga keberlanjutan lingkungan. Kilang Balikpapan nantinya akan menjadi pelopor kilang ramah lingkungan, karena dapat menurunkan emisi gas buang yang signifikan dari efisiensi energi untuk operasi dan produk yang akan dihasilkan. Hal ini mendukung program net zero emission yang telah dicanangkan pemerintah.

“Kilang ini akan mendukung pengurangan emisi gas buang kendaraan bermotor dengan peningkatan kualitas produk bahan bakar minyak yang lebih ramah lingkungan dengan memproduksi BBM setara EURO V,” kata Direktur Utama PT Kilang Pertamina Balikpapan, Bambang Harimurti.

Proyek RDMP Balikpapan dicanangkan untuk meningkatkan kapasitas pengolahan minyak mentah di Kilang Balikpapan dari 260.000 barel per hari menjadi 360.000 barel per hari. Proyek ini merupakan proyek penting untuk penguatan ketahanan energi nasional yang selaras dengan program transisi energi yang dicanangkan Pertamina melalui 2 inisiatif, yaitu dekarbonisasi dan bisnis rendah karbon serta carbon offset melalui desain dan teknologi pengembangan kilang modern yang ramah lingkungan.

“Proyek RDMP Balikpapan tidak hanya bertujuan meningkatkan kapasitas, kualitas dan kompleksitas kilang, tetapi juga memegang komitmen kuat terhadap keberlanjutan lingkungan,” tambah Bambang.

Proyek RDMP Balikpapan saat ini tengah menyelesaikan beberapa unit proses baru yang berperan penting dalam mendukung transisi kilang menuju green refinery atau kilang ramah lingkungan. “Terdapat unit Diesel Hydrotreating (DHT), Naphtha Hydrotreating (NHT), Residual Fluid Catalytic Cracking Naphtha Hydrotreating (RFCC NHT), dan Sulphur Recovery Unit (SRU) yang kami bangun,” ungkap Bambang.

Bambang menjelaskan, masing-masing unit memberikan kontribusi yang signifikan dalam hal pengurangan emisi, pengelolaan limbah, dan peningkatan efisiensi proses pengolahan.

Unit DHT akan mengurangi kandungan sulfur dalam bahan bakar diesel, sedangkan unit NHT dan RFCC NHT mengurangi kandungan sulfur dalam bahan bakar gasoline. Ketiga unit ini akan menghasilkan bahan bakar yang lebih bersih dan sesuai dengan standar EURO V dan berperan dalam pengurangan emisi sulfur dioksida (SO₂) yang berbahaya bagi lingkungan, mendukung kualitas udara yang lebih baik, serta meningkatkan efisiensi pembakaran bahan bakar.

Sedangkan unit SRU berfungsi untuk meminimalkan emisi sulfur dioksida dengan mengolah gas asam mengandung hidrogen sulfida (H₂S) yang dihasilkan dari unit proses menjadi produk sulfur elemental dengan purity 99% yang bisa dimanfaatkan dalam berbagai industri lain. Dengan dibangunnya Unit SRU ini akan mengurangi emisi gas sulfur yang berpotensi merusak lingkungan dan meminimalkan risiko polusi udara.

“Teknologi pada unit-unit proses yang dibangun di Proyek RDMP Balikpapan dirancang agar tetap memenuhi regulasi lingkungan, baik nasional maupun internasional. Kriteria desain dalam proses atau unit produksi kilang dirancang untuk memenuhi standar emisi mengacu pada IFC Worldbank Guideline," jelas Bambang.

Beberapa penerapan teknologi yang digunakan untuk mengurangi emisi, yaitu pemasangan teknologi De-NOx dan Scrubber untuk mengurangi kandungan NOx dan SOx pada gas buang Unit RFCC, penggunaan burner tipe Low NOx, penggunaan fuel gas pada heater, pemanfaatan kembali panas yang dihasilkan dari gas buang turbin gas dan fired heater untuk menghasilkan steam, serta pemasangan sistem proteksi tekanan (High Integrity Pressure Protection System/ HIPPS) instruments and Liquid separation system untuk mencegah pembakaran hidrokarbon ke lingkungan.

Bambang menambahkan bahwa upaya yang dilakukan KPB dalam menerapkan tindakan mitigasi dan dekarbonisasi ini telah berhasil secara substansial mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dalam skenario proyek. Penggunaan teknologi yang telah diimplementasikan memberikan dampak positif yang signifikan dalam mengurangi jejak karbon.

“Dengan usaha-usaha yang kita lakukan, total emisi GRK dalam skenario dasar proyek tercatat 30% lebih rendah dibandingkan dengan skenario tanpa mitigasi,” tutup Bambang.*SHR&P-KPB

Share this post