JAKARTA - Menipisnya cadangan sumber energi fosil menjadi perhatian tersendiri para pelaku industri yang bergerak di sektor energi. Kondisi ini menuntut perusahaan energi segera mencari solusi tepat untuk menggantikan peran energi fosil dalam menunjang kehidupan manusia sehari-hari. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengembangkan bisnis Energi Baru Terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan untuk menggantikan energi fosil.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan bisnis EBT. "Potensi bisnis EBT di negeri ini sangat besar karena demand-nya terus bertambah dan kita memiliki resources yang sangat banyak,” beber Arifin dalam acara Katadata Indonesia Data and Economic (IDE) Conference 2020 yang diselenggarakan di Grand Ballroom Hotel Kempinski Grand Indonesia, Jakarta, Kamis (30/1).
Arifin mengungkapkan, Indonesia kaya akan sumber EBT, seperti panas bumi dan panel surya. "Dikatakan Arifin, potensi renewable energy di tanah air mencapai 400 gigawatt, sementara hingga saat ini baru 2,5 persen dari jumlah tersebut yang terutilisasi," tukasnya.
Mengingat besarnya jumlah energi potensial, Arifin berharap Indonesia melalui Pertamina dapat terus berinovasi untuk mengembangkan sumber EBT yang potensial demi pemenuhan kebutuhan masyarakat sekaligus mengantisipasi bahan bakar fosil yang jumlahnya kian menurun.
“Kita semua mengetahui, energi fosil makin berkurang dan tidak dapat diperbarui. Karena itu, kita membutuhkan upaya besar agar bisa memanfaatkan resources yang potensial dengan mulai memanfaatkan sumber energi terbarukan untuk menggantikan energi fosil,” sambung Arifin.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto juga menyatakan dukungannya agar Pertamina sebagai satu-satunya BUMN yang diamanatkan mengelola energi nasional terus mengembangkan inovasi terkait EBT.
Harapan pemerintah tersebut dijawab Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko (PIMR) Pertamina Heru Setiawan yang mengungkapkan BUMN ini sudah merintis pengembangan EBT lebih dari empat dasawarsa melalui sumber energi panas bumi. Selain itu, Pertamina juga berupaya mengembangkan biodiesel.
"Saat ini, kami sudah mengimplementasikan biodiesel B30, yaitu mencampur FAME 30% yang berasal dari kelapa sawit dengan Solar sehingga dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi industri CPO dan mengurangi impor Solar sehingga menghemat devisa negara," paparnya.
Tidak hanya itu, Heru mengakui, Pertamina juga berupaya mengembangkan sumber energi lain, seperti batubara yang banyak terdapat di Indonesia. “Cadangan batubara sangat besar. Oleh karena itu, kami mengolah batubara menjadi metanol maupun DME sebagai bahan bakar substitusi LPG,” tuturnya.
Menurut Heru, apa yang dilakukan Pertamina tersebut merupakan hasil analisis pertumbahan perusahaan minyak besar. Ia mencontohkan, perusahaan minyak di Eropa memulai dari heavy ke renewable energy seperti angin dan sel surya karena potensi energi mereka banyak di situ. Sementara itu, perusahaan minyak besar di Amerika Serikat (AS) masih berfokus pada hidrokarbon.
"Jadi, kesimpulannya, mereka tumbuh berdasarkan potential resources di negaranya masing-masing," tukasnya.
Lalu, bagaimana dengan Pertamina sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam menyikapi perkembangan energi ke depan? Heru menegaskan Pertamina juga memiliki caranya sendiri untuk tumbuh dengan mengutamakan sumber daya dalam negeri yang dimiliki Indonesia.
"Kami tidak mau menjiplak arah tumbuhnya major company tersebut. Pertamina harus tumbuh dengan caranya sendiri, dengan mengapresiasi domestic resources termasuk domestic market yang menjadi potensi besar untuk banyak bisnis," pungkasnya.*STK