JAKARTA– Transaksi penjualan dan pembelian minyak mentah, gas bumi, LNG, dan produk kilang bernilai ekonomis tinggi merupakan transaksi yang sering dilakukan oleh Pertamina. Transaksi jual beli produk tersebut melibatkan tidak hanya mitra dalam negeri, melainkan juga mitra luar negeri yang dituangkan dalam bentuk perjanjian jual beli yang diatur dan ditafsirkan berdasarkan Hukum Inggris.
Sebagai upaya untuk memberikan pemahaman perjanjian jual beli berdasarkan Hukum Inggris, Fungsi Legal Counsel & Compliance (LCC) kembali menyelenggarakan Legal Preventive Program (LPP) setengah hari pada Rabu (22/6) di Lantai 21 Gedung Utama dengan tema yang diangkat mengenai “Konsep-konsep Penting dalam Perjanjian Jual Beli berdasarkan Hukum Inggris” dengan narasumber yang dihadirkan adalah Tracey Greenaway (dari Allens & Linklaters) dan Widyawan (dari Widyawan & Partners).
LPP dibuka oleh VP Compliance Tina Amalia dan dihadiri oleh peserta yang datang dari berbagai Direktorat Pertamina dan Anak Perusahaan Pertamina, selain Fungsi LCC sendiri. Tina berharap agar tema LPP ini dapat bermanfaat bagi para peserta LPP terkait dengan penanganan pekerjaan.
Dalam pemaparannya, Tracey menyampaikan bahwa pada dasarnya Hukum Inggris mempunyai dua sumber. Pertama, perundang-undangan, yang dibuat oleh parlemen United Kingdom (dan juga parlemen Uni Eropa). Dan kedua, “common law”.
Perundang-undangan mengacu kepada pokok permasalahan yang dapat menghilangkan, mengesampingkan atau mengubah case law. Perundang-undangan tidak dapat dihilangkan, dikesampingkan, atau diubah oleh pengadilan. Oleh karena itu, perundang-undangan sangat terperinci.
Lima hal yang harus diperhatikan agar kontrak dapat berlaku mengikat berdasarkan Hukum Inggris adalah persyaratan formal, kesepakatan (penawaran dan penerimaan), intensi untuk menjalin hubungan hukum, pertimbangan, dan kepastian. Tidak adanya salah satu unsur dari kelima hal tersebut mengakibatkan perjanjian menjadi tidak mengikat.
Diskusi selama LPP berlangsung cukup interaktif. Salah satu diskusi yang menarik mengenai kekuatan mengikatnya MoU. Tracey menyampaikan bahwa MoU tidak memiliki kekuatan mengikat jika dalam MoU dinyatakan bahwa MoU tidak memiliki kekuatan mengikat dan tunduk pada perjanjian. Lebih lanjut disampaikan bahwa dalam Hukum Inggris, MoU tidak berlaku mengikat dalam hal tidak memiliki kelima unsur sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Widyawan menambahkan bahwa dalam Hukum Indonesia, MoU dapat menjadi perjanjian yang mengikat bagi para pihak dalam hal isi dari MoU dilaksanakan karena pelaksanaan terhadap MoU membuktikan penerimaan terhadap MoU.
Selain itu, mengenai masa daluwarsa setelah berakhirnya kontrak diketahui bahwa terdapat perbedaan masa daluwarsa antara Hukum Indonesia dan Hukum Inggris, yaitu masa daluwarsa klaim sejak berakhirnya kontrak dalam Hukum Indonesia lebih lama dibandingkan Hukum Inggris. Widyawan berpesan bahwa kita harus berhati-hati karena masa daluwarsa klaim atas suatu perjanjian di Indonesia cukup panjang, yaitu 30 tahun sejak tanggal berakhirnya perjanjian.
Chief Legal Counsel & Compliance, Genades Panjaitan menyampaikan bahwa meskipun hukum yang mengatur dalam kontrak yang diharapkan adalah hukum Indonesia, pada dasarnya Pertamina dan mitra Pertamina boleh memilih hukum mana saja sebagai Choice of Law, seperti hukum Inggris, hukum New York, dan lain-lain dalam kontrak bisnis yang disepakati. Akan tetapi, setiap hukum memiliki implikasi hukum yang berbeda.
Oleh karena itu, Genades berharap agar LPP ini dapat memberikan pengetahuan hukum kepada para peserta LPP khususnya mengenai implikasi Hukum Inggris sebagai pilihan hukum yang akan disepakati antara Pertamina dengan mitra bisnisnya di dalam Sales and Purchase Agreements.•LCC/Urip