JAKARTA - Kebutuhan aspal di Indonesia mencapai 1,2 juta ton per tahun. Sekitar 45%-50% dari jumlah tersebut masih dipenuhi dengan mengimpor.
Melalui kajian dan riset Fungsi Research and Technology Center (RTC), Pertamina kini berupaya untuk memanfaatkan ketersediaan aspal yang sangat tinggi di Pulau Buton dan sekitarnya. Diperkirakan, jumlah deposit aspal Buton mencapai 650 juta ton.
Principal I Petrochemical & Petroleum Non Fuel RTC Yana Meliana mengatakan, kendati memiliki jumlah deposit yang banyak, aspal Buton tidak bisa dipakai langsung karena mengandung banyak mineral yang dapat menyebabkan rusaknya peralatan saat aplikasi. ”Agar kualitasnya baik, aspal Buton perlu diolah dulu melalui proses ekstraksi,” katanya.
Yana menambahkan, di saat yang sama, aspal minyak Pertamina saat ini dinilai terlalu lunak bagi daerah tropis seperti Indonesia. Agar spesifikasi aspal sesuai dengan iklim tropis, aspal Buton kini dikaji untuk ditambahkan ke dalam aspal minyak Pertamina.
Upaya tersebut dilakukan dengan harapan meningkatkan kualitas aspal Pertamina. “Jika berhasil diaplikasikan, aspal Buton mampu menurunkan jumlah impor aspal juga,” terang Yana.
Pada Desember 2019, RTC telah selesai melakukan uji gelar hasil riset aspal Buton di salah satu jalan raya provinsi di Maros, Makassar. Uji gelar dilakukan bekerja sama dengan WIKA Bitumen dan Pusat Jalan dan Jembatan (Pusjatan), Direktorat Jenderal Binamarga Pekerjaan Umum.
Tahun ini, RTC sedang melakukan studi kelayakan pembangunan pabrik ekstraksi aspal Buton. Aspal Buton sendiri memiliki potensi mencapai 1,2 juta ton per tahun. Selain itu, dengan cara ekstraksi ini akan mendapatkan produk dengan harga Rp5.500 per kilogram produk asbuton yang lebih murah dari harga aspal minyak sekitar Rp7.000 per kilogram aspal oil.•RTC