PEKANBARU – Meski masih dalam situasi pandemi, konsumsi elpiji 3 kg subsidi dan jenis BBM khusus penugasan (JBKP) Premium di Riau, telah menembus kuota. Pertamina melalui Marketing Operation Region (MOR) I berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Riau, mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan konsumsi agar tepat sasaran.
Unit Manager Communication, Relation & CSR MOR I Roby Hervindo mengungkapkan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium semester I 2020 menembus batas kuota. "Hingga Juni 2020, konsumsi Premium mencapai 329 juta liter. Hal itu mengalami kelebihan 44 juta liter atau 15 persen dari kuota yang ditetapkan pemerintah sampai Juni 2020. Adapun kuota tersebut sebesar 285 juta liter," ujarnya, pada Rabu, 28 Juli 2020.
Meningkatnya konsumsi Premium di Riau, sambung Roby, dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan peruntukan BBM tersebut. Mengacu Surat Edaran Gubernur Riau No. 199/SE/2019, menjelaskan tentang kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar merah, mobil TNI/Polri, dan sarana transportasi air milik pemerintah, agar tidak menggunakan bahan bakar jenis biosolar dan premium atau bbm bersubsidi.
Padahal pabrikan kendaraan tak merekomendasikan penggunaan bahan bakar RON 88 atau Premium. Minimum spesifikasi BBM kendaraan saat ini adalah RON 90, bahkan beberapa pabrikan mensyaratkan minimun RON 92.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Otomotif Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengungkapkan, “Spesifikasi mesin mobil di Indonesia saat ini disiapkan memenuhi standar emisi Euro-4 mengikuti aturan KLHK, seharusnya mesin hanya diisi dengan BBM berkualitas tinggi sesuai ketentuan pada buku panduan pemilik kendaraan bermotor”.
Dirinya menambahkan, bukan berarti BBM dengan RON tinggi hanya khusus untuk mobil keluaran terbaru. “Kendaraan keluaran lama pun, juga lebih baik menggunakan BBM berkualitas guna mengoptimalkan performa mesin dan mengurangi emisi gas buang," tambahnya.
Kondisi kelebihan kuota, juga terjadi pada konsumsi elpiji 3 kg subsidi, hingga Juni 2020, tercatat penyaluran sebesar 24,8 juta tabung, naik sebesar 1,4 juta tabung atau 6 persen dari kuota yang ditetapkan. Pemerintah mematok kuota sampai Juni tahun ini di angka 23,3 juta tabung.
Apabila terus berlanjut, maka hingga akhir tahun 2020 diperkirakan realisasi Premium dan elpiji akan menembus angka 109 dan 106 persen.
Untuk menjaga agar konsumsi sesuai kuota yang ditetapkan hingga akhir tahun, Pertamina MOR I mengambil langkah-langkah pengendalian. Diantaranya mengatur penyaluran Premium ke SPBU, sesuai dengan kuota. “Kami juga menegaskan kembali kepada SPBU untuk tidak melayani pembelian Premium maupun Biosolar melalui jerigen, kecuali dilengkapi surat rekomendasi Pemda atau dinas terkait,” kata Roby.
Terkait elpiji 3 kg subsidi, Pertamina MOR I juga menggencarkan sosialisasi peruntukan subsidi. Serta menyediakan elpiji nonsubsidi Bright Gas 5,5 kg di pangkalan-pangkalan.
"Kami juga meminta dukungan Pemprov Riau, sesuai fungsi Pemda turut mengawasi penyaluran barang subsidi. Salah satunya berkoordinasid dan bersurat kepada Pemprov Riau dalam melaksanakan sidak lapangan penggunaan elpiji 3 kg oleh usaha besar yang bukan UMKM," kata Roby.
Sebagaimana dipahami, rentang wewenang pengawasan penyaluran oleh Pertamina, sampai ke lembaga penyalur BBM dan elpiji. Apabila SPBU maupun pangkalan melanggar ketentuan, sudah terdapat aturan dan sanksi tegas.
Namun pengawasan mutlak juga dilakukan di sisi konsumen Premium dan elpiji 3 kg. Pertamina tidak memiliki kewenangan menindak konsumen yang melanggar ketentuan. Termasuk penjual BBM maupun elpiji eceran, yang menyalahi aturan. Oleh karenanya, pengawasan dan penindakan oleh pemda dan aparat menjadi sangat diperlukan.
"Dengan pengawasan dan pengendalian bersama, diharapkan penyaluran Premium, Biosolar dan elpiji 3 kg dapat sesuai dengan kuota dan peruntukan yang ditetapkan pemerintah," tutup Roby. MOR I/HM