JAKARTA – Sebagai bentuk komitmen Pertamina terhadap pengimplementasian Biosolar (B30), Pertamina sepakat bersinergi dengan 18 Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) yang ditunjuk oleh pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kesepakatan sinergi tersebut ditandai oleh penandatanganan kontrak kerja sama pengadaan bahan bakar nabati (BBN) atau biodiesel jenis Fatty Acid Methyl Ester (FAME) di ruang Timor, Hotel Borobudur Jakarta, Senin (16/12). Rencananya, FAME yang akan dicampur dalam produk solar Pertamina mencapai 30% hingga menjadi biosolar (B30).
Badan usaha tersebut di antaranya, PT Sinarmas Argo Resources and Technology, PT Sinarmas Bio Energy, PT Batara Elok Semesta Terpadu, PT LDC Indonesia, PT Tunas Baru Lampung, PT Ciliandra Perkasa, PT Darmex Biofuels, PT Bayas Biofuels, Kutai Refinery Nusantara, PT Cemerlang Energi Perkasa, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Pertama Hijau Palm Oleo, PT Intibenua Perkasatama, PT Sukajadi Sawit Mekar, PT Musim Mas, PT Multinabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Menurut Direktur Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur Gandhi Sri Widodo, kesepakatan ini berlangsung selama satu tahun, mulai Januari–Desember 2020. Namun, Gandhi menegaskan, uji coba penerapan B30 sudah dilaksanakan sejak November 2019 di beberapa titik, yaitu di Fuel Terminal Medan, RU III Plaju, Integrated Terminal Panjang, Integrated Terminal Jakarta Group, Fuel Terminal Boyolali, Fuel Terminal Rewulu, dan Integrated Terminal Balikpapan.
“Mulai Januari 2020, terdapat 28 titik penerimaan FAME untuk B30, yaitu Medan, Dumai, Siak, TLK Kabung, Plaju, Panjang, Tanjung Gerem, Bandung Group, Tanjung Uban, Jakarta Group, Cikampek, Balongan, Tasikmalaya Group, Cilacap Group, Semarang Group, Tanjung Wangi, Surabaya, Tuban, Boyolali, Rewulu, Bitung, Balikpapan Group, Kasim, Kotabaru Group, Makassar, Manggis, Kupang, dan STS Pontianak,” ungkapnya.
Gandhi menambahkan, program biosolar ini, selain untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan menurunkan penggunaan energi berbasis fosil, juga akan membantu meningkatkan perekonomian indonesia melalui pengurangan volume impor solar (BBM), meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, serta menjaga keberlangsungan perkebunan dan petani sawit di indonesia sebagai penyedia bahan baku dan produsen dari FAME tersebut.
“Secara ekonomi, penerapan B30 akan membantu industri sawit dalam negeri lebih berkembang dan lebih dihargai oleh dunia luar. Penerapan B30 akan mengurangi emisi gas buang karena 30% kandungan dalam bahan bakar ini berasal dari nabati sehingga akan membantu masalah lingkungan. Selain itu, akan membantu pemerintah mengurangi impor bahan bakar sehingga menghemat devisa negara,” imbuhnya.
Pertamina sebagai perusahaan yang ramah lingkungan telah melakukan pencampuran BBN/FAME ke dalam solar menjadi biosolar sejak tahun 2010 dengan komposisi 2.5% dan terus meningkat hingga 20% di tahun 2019 ini serta menjadi 30% (B30) di tahun 2020 mendatang. *IDK/Foto:KUN