Tasikmalaya, 17 September 2021 – Menjawab tantangan besarnya kebutuhan benang sutera nasional, mitra binaan Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Karaha melakukan budidaya ulat sutera di Kampung Karanganyar Desa Cipondok Kecamatan Sukaresik Kabupaten Tasikmalaya.
Holib (49th) Ketua Kelompok Usaha Tenun Sutera Alam Mardian Putera mengungkap, saat ini dari kebutuhan benang di Indonesia sekitar 95% masih berasal dari impor, terutama dari China dan Jepang. Padahal kata Holib, memperhatikan letak geografis dan geologisnya Tasikmalaya mempunyai iklim dan kondisi lahan yang sangat sesuai untuk dilakukannya budidaya ulat sutera.
“Saat ini kami sendiri sedang melakukan budidaya ulat sutera di lahan seluas 3 hektar. Dan alhamdulillah dari apa yang kami lakukan hampir satu tahun belakangan ini, setidaknya kami sudah memiliki kemandirian untuk menghasilkan benang sutera produk kami sendiri,” kata Holib.
Holib mengakui, memang tidak mudah dalam melakukan budidaya ulat sutera, meski hasilnya sangat menjanjikan. Misal, ada sekitar 25.000 butir telur dalam satu boks paket pemeliharaan ulat sutera. Dalam satu boks bisa menghasilkan sekitar 38-40 kg kokon (kepompong) ulat sutera dengan kebutuhan pakan sekitar 600 - 850 kg daun murbei. Kokon ini yang kemudian akan diambil seratnya untuk dijadikan benang sutera oleh industri.
Satu kilogram kokon sendiri di pasaran berkisar harga Rp.50.000-Rp.70.000. Sementara kata Holib, untuk siklus budidaya ulat sutera itu sendiri tidaklah panjang. Hanya dibutuhkan waktu sekitar 27-30 hari terhitung sejak awal pemeliharaan hingga panen dengan modal awal Rp. 400.000 untuk satu kali siklus budidaya. “Dalam setahun bisa dilakukan 8-10 kali pemeliharaan,” katanya.
Lebih jauh Holib menuturkan, dalam satu kali siklus pemeliharaan, omset yang bisa diperoleh petani sekitar Rp.2.000.000,- Pendapatan total ini akan jauh lebih besar dengan memperhitungkan panen dari komoditas lain yang dihasilkan di areal tumpang sari. Di Kelompok Usaha Tenun Sutera Alam Mardian Putera sendiri saat ini sedang dikembangkan usaha produksi teh daun urbei.
“Alhamdulillah meski baru bisa menjual dalam bentuk daunnya saja, namun bukan tidak mungkin ke depan, dengan sudah adanya bantuan alat produksi teh dari PGE Karaha kami akan mampu merealisasikannya. Saat ini kami masih dalam proses persiapan dan terus belajar,” ujarnya.
Kata Holib, tantangan terbesar dalam budidaya ulat sutera adalah ketelatenan dari petani itu sendiri. Sebab, ulat sutera butuh banyak makan sebelum melakukan proses metamorfosis menjadi kepompong.
“Ulat sutera kecil tidak tahan terhadap bau-bauan, misalnya bau rokok dan parfum. Sehingga orang atau pekerja yang masuk kandang tidak boleh mengandung aroma tersebut. Dan ahamdulillah dari kebun murbei baik yang dimiliki anggota secara perorangan maupun kelompok, saat ini kami cukup mampu memenuhi kebutuhan pakan ulat,” katanya.
Seperti diceritakan Holib, krisis moneter yang melanda Indonesia tahun 1998 telah memporak porandakan usaha yang digeluti hampir oleh seluruh warga desanya. Mayoritas pria desa kemudian mengadu nasib ke kota dan meninggalkan segelintir orang yang masih mencoba mempertahankan usaha tersebut dengan memproduksi kain tenun polos putihan yang menjadi bahan dasar batik.
Lanjut Holib, salah satu cara mengembangkan tenun adalah dengan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang tren atau perkembangan pasar bagi pelaku industri tenun. Hal ini ditujukan agar pengrajin tenun dapat memenuhi kebutuhan dan selera konsumen yang semakin beragam.
“Kami sangat mengharapkan adanya dukungan Pemerintah terhadap perkembangan kain tradisional ini. Misal penggunaan dalam pertemuan kenegaraan atau acara-acara penting, meski hanya sebagai aksesoris pelengkap. Termasuk kebijakan penggunaan kain tenun sebagai busana keseharian sebagai pakaian dinas pada hari tertentu seperti yang telah diterapkan pada batik,” pungkasnya.
Sementara Area Manager Pertamina Geothermal Energy (PGE) Karaha Andi Joko Nugroho pada kesempatan berbeda menyampaikan apresiasinya atas kerja keras yang telah dilakukan Kelompok dalam upayanya menyediakan bahan baku kain sutera. Menurut Andi Joko apa yang dilakukan anggota kelompok sejalan dengan upaya perusahaan dalam akselerasi pengembangannya menyediakan energi bagi negeri.
“Kami sangat menyadari pentingnya keselarasan antara pencapaian tujuan dan tanggung jawab terhadap lingkungan operasi dan masyarakat sekitar. Melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL / CSR) perusahaan senantiasa secara konsisten mengembangkan lingkungan dan masyarakat berdasarkan potensi sumber daya yang tersedia sesuai kearifan lokal,” tegas Andi.
Pembinaan yang dilakukan PGE Area Karaha kepada Usaha Tenun Sutera Alam Mardian Putera terintegrasi dari hulu hingga hilir. Di sektor hulu dilakukan pendampingan dalam budidaya ulat sutera termasuk penyiapan lahan, penyediaan bibit murbei unggulan, pemeliharaan rumah ulat sutera hingga peremajaan peralatan pengokon.
Sementara di sektor hilir telah dilakukan pembinaan dalam bentuk peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok, peremajaan peralatan tenun, pelatihan teknik pewarnaan, dan branding produk. Selama masa pandemi berlangsung guna mempertahankan eksistensi usaha, kepada kelompok juga diberikan bantuan berupa bahan baku benang sutera dan berbagai kesempatan promosi produk.
PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) adalah perusahaan yang bergerak di bidang pemanfaatan energi panas bumi dan merupakan bagian dari Subholding Power & New Renewable Energy (PNRE) PT Pertamina (Persero). Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Karaha Unit I milik PGE dengan kapasitas 30MW telah beroperasi secara komersil pada 6 April 2018.
Pertamina Geothermal Energy secara konsisten mengembangkan potensi masyarakat dan lingkungan sekitar khususnya di ring 1 wilayah operasional. Hal ini sejalan dengan penugasan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui Peraturan Menteri BUMN PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dan Program Bina Lingkungan dan diperbarui melalui Peraturan Menteri BUMN PER-5/MBU/04/2021 tentang Program TJSL BUMN. Perencanaan strategis program community development dilakukan melalui empat program yang menjadi pilar; (1) Pertamina Cerdas, (2) Pertamina Sehat; (3) Pertamina Hijau; (4) Pertamina Berdikari.