Bengkalis, 9 September 2021 – Kawasan hutan gambut yang berada di sekitar PT Kilang Pertamina Unit Sei Pakning merupakan kawasan rawan kebakaran. Bahkan pada tahun 2014-2015, kebakaran lahan gambut telah menimbulkan dampak yang merugikan bagi aktivitas masyarakat, seperti membakar lahan produktif dan juga memicu penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut).
“Dulu, lahan disini memang tidak terawat, ditumbuhi semak dan sering terjadi kebakaran lahan. Bahkan orang sering menyebut Kampung Jawa sebagai ‘kampung neraka’. Kami warga secara mandiri selalu disibukkan dengan pemadaman api. Lahan pun tidak memberikan hasil apa-apa bagi kami,” kata Samsul, tokoh penggerak masyarakat Kampung Jawa.
Apabila terjadi kebakaran, Samsul dan warga sekitar ikut bahu-membahu memadamkan api. Fokus pada upaya pemadaman, yang juga membenturkan dengan kondisi ekonomi warga, yang harus tetap mencari nafkah. “Kebakaran tidak padam satu dua hari, bahkan bisa berhari-hari atau berbulan-bulan, Kami hanya memikirkan api padam, dan tidak ingin ada korban lagi dari warga masyarakat,” kata Samsul berkaca-kaca.
Kisah masa lalu itu menjadi pembelajaran titik balik kesuksesan warga Kampung Jawa, Sungai Pakning, dalam mengelola Kawasan Pertanian Nanas Terintegrasi di lahan gambut.
Samsul yang merupakan tokoh penggerak Koperasi Tani Tunas Makmur, menuturkan saat ini puluhan hektar lahan gambut digarap menjadi pertanian Nanas oleh beberapa kelompok masyarakat. Namun hasil tersebut tidak didapat dengan membalikkan telapak tangan.
“Pemerintah, masyarakat dan Kilang Pertamina Unit Produksi Sei Pakning turut andil dalam mengembangkan pertanian nanas, serta penghijauan di lahan gambut sehingga bisa dilihat hasilnya seperti saat ini,” kata Samsul.
Upaya sinergi berbagai pihak diawali dengan menghadirkan program pemanfaatan lahan gambut bekas terbakar. Program tersebut berorientasi pada Mitigasi Karhutla (Kebakaran Hutan dan Lahan) Berbasis Masyarakat dan Pengembangan Kawasan Pertanian Nanas Terintegrasi.
Pengembangan program pemberdayaan masyarakat tersebut, dilakukan Kilang Pertamina Unit Produksi Sei Pakning secara berkelanjutan, sejak tahun 2017. “Kenapa dipilih pengembangan pertanian Nanas, karena untuk mengelolanya dan membuka lahan gambut menggunakan sistem tanpa bakar. Dari awal hanya saya garap sekitar setengah hektar, kini sudah berlipat-lipat menjadi 30 hektar lahan gambut yang digarap warga Kampung Jawa sebagai Kawasan Pertanian Nanas Terintegrasi,” jelas Samsul.
Saat ini, lahan telah memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat baik dari hasil pertanian Nanas, maupun beragam produk olahan Nanas yang dibuat ibu rumah tangga. Pada tahun 2020 pendapatan dari hasil lahan pertanian mencapai 257 juta per tahun. “Yang tidak kalah pentingnya dampak bagi lingkungan, karena kami bisa menghirup udara segar tanpa ada ancaman kebakaran yang acap kali membuat dada kami sesak,” papar Samsul.
Selain itu, warga yang juga berprofesi sebagai Masyarakat Peduli Api (MPA) juga rutin mengontrol lahan gambut agar tidak terbakar. Secara berkala patroli, dan segera memadamkan api.
Kesuksesan warga Sungai Pakning dalam mengatasi dampak kebakaran yang diikuti dengan upaya peningkatan ekonomi ini mendapat apresiasi dari VP CSR & SMEPP Management PT Pertamina (Persero) Arya Dwi Paramita saat mengunjungi Kawasan Pertanian Nanas Terintegrasi.
“Kami melihat lahirnya program ini bermula dari aspirasi masyarakat yang ditangkap oleh Kilang Pertamina Unit Produksi Sei Pakning, yang terus melakukan upaya pendampingan secara berkesinambungan dengan berbagai program. Bahkan pengembangan lahan gambut direplikasi ke wilayah terdekat serta dikembangkan dengan tanaman lain seperti serai. Ini menunjukkan kehadiran Pertamina saling bersinergi dengan masyarakat dalam upaya melestarikan lingkungan sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat,” kata Arya.
Sementara itu Area Manager Communication, Relations & CSR RU wilayah Dumai PT. Pertamina Kilang Internasional Imam Rismanto mengatakan Kawasan Pertanian Nanas Terintegrasi ini merupakan salah satu dari Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang dirangkum dalam klaster Kampung Gambut Berdikari. Dimana dalam klaster program Kampung Gambut Berdikari tersebut terdapat beberapa program lain, diantaranya Mitigasi Karhutla Berbasis Masyarakat Peduli Api yakni kelompok masyarakat yang bertugas dalam pemadaman kebakaran lahan gambut, Sekolah Cinta Gambut yang merupakan program edukasi bagi generasi muda peduli terhadap lahan gambut. Dan Arboretum Gambut adalah area konservasi dan eduwisata gambut dimana di dalamnya terdapat upaya pelestarian tanaman langka Kantong Semar.
“Program tersebut menjadi bukti perusahaan yang telah menjalin kerja sama sangat baik dengan masyarakat dan berbagai pihak dalam pelaksanaan program Tanggung Jawab sosial masyarakat yang telah dirasakan manfaatnya baik dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan. Melalui Program Kawasan Pertamina Nanas Terintegrasi Pertamina mengimplementasikan Sustainable Development Goals (SDGs) ke-8 yakni mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak, serta melalui program Mitigasi Karhutla Berbasis Masyarakat Peduli Api telah mengimplementasikan SDGs ke-13 yakni menggalakkan aksi untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya”.